BALIKPAPAN-Korban dugaan kekerasan seksual yang meninggal di Balikpapan, awal Juli kemarin, rupanya pernah mendapat pendampingan dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DP3AKB Kota Balikpapan.

Kepala UPTD PPA,  Esti Santi Pratiwi mengatakan, korban pernah menjalani asesmen petugas psikolog UPTD PPA pada Agustus 2020 silam. Korban, sebut Esti juga pernah dirawat di Kantor Dinas Sosial (Dinsos) Balikpapan.

Sebelum dirawat di Dinas Sosial, korban ditemukan warga dalam keadaan kebingungan di jalanan. Oleh warga yang menemukan, korban dibawa ke Kantor Dinsos Balikpapan. Atas laporan itu Dinsos Balikpapan kemudian berkoordinasi dengan UPTD PPA Balikpapan untuk melakukan konseling dan asesmen. 

"Setelah itu kami dampingi dan dicarikan orang tuanya,” kata Esti di ruang kerjanya, Senin (18/7) siang.

Esti meneruskan, berdasrkan hasil asesmen, diketahui bahwa korban merupakan anak berkebutuhan khusus. "Memang anak itu ada kebutuhan khusus, terkadang dia tertawa sendiri saat bermain," ungkap dia.

Tak butuh waktu lama, petugas akhirnya berhasil menemukan orang tua korban dan melakukan interview. “Lalu kami edukasi orang tua korban. Selain berkebutuhan khusus rupanya korban juga tidak sekolah," ujar dia.

Saat didampingi, usia korban baru 14 tahun, akan tetapi tidak memiliki identitas anak di dalam Kartu Keluarga (KK). Sehingga pihak PSM setempat berusaha untuk membantu mengurus identitas agar dapat disekolahkan di Sekolah Luar Biasa (SLB). Singkat cerita, korban akhirnya mulai bersekolah di SLB dan menginap di asrama.

Namun, Esti mengaku mendapat kabar korban dijemput orang tuanya pada saat lebaran. Setelah itu, korban tak pernah lagi kembali ke sekolah. Esti tambah kaget manakala tahu korban dinikahkan siri, padahal korban masih di bawah umur dan perlu pendampingan khusus. "Kami baru tahu korban menikah siri setelah korban meninggal dan ramai pemberitaan,” katanya.

Terpisah, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Balikpapan, Alwiati menyebut hingga Juni 2022, ada 30 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Balikpapan.

Kasus didominasi tindakan bullying atau perundungan yang mengakibatkan traumatis tersendiri bagi korban. Sebagian besar tindak perundungan ini, kata dia, terjadi di lingkungan sekolah.

“Rata-rata korban perundungan memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah karena ketakutan menerima perlakuan tak menyenangkan,” kata dia di Balai Kota, Senin (18/7).

Dia merinci, dari 30 kasus yang masuk ke DP3AKB, ada 20 kasus menimpa anak rentang usia 0-18 tahun dan 10 kasus menimpa di atas 18 tahun. Dari jumlah kasus tersebut, sebanyak 10 kasus sudah tuntas ditangani.

Di sisi lain, Alwiati berharap kontribusi masyarakat untuk segera melaporkan jika ditemukan tindak kekerasan terhadap anak dalam bentuk apapun. “Masyarakat harus lebih memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak,” jelas dia. (hul)